Islamic Series

Penentuan Waktu Shalat

Dalam penentuan jadwal shalat, data astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian atau jarak zenith. Dalam hal ini astronomi berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalam dalil agama (Al-Qur'an dan hadits Nabi) menjadi posisi matahari.

author : cahya dsn, published on : May 18th, 2018 updated on : November 19th, 2018

minerva minerva donasi donation

Mau lihat artikel lainya? Dapatkan artikel-artikel lain seputar pemrograman website di sini, dan dapatkan ide-ide baru

Dalam penentuan jadwal shalat, data astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian atau jarak zenith. Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi matahari adalah fajar (morning twilight), terbit, melintasi meridian, terbenam, dan senja (evening twilight). Dalam hal ini astronomi berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalam dalil agama (Al-Qur'an dan hadits Nabi) menjadi posisi matahari. Sebenarnya penafsiran itu belum seragam, tetapi karena masyarakat telah sepakat menerima data astronomi sebagai acuan, kriterianya relatif mudah disatukan.

Pre-requisites

  • Pemahaman terhadap dasar-dasar astronomi, terutama sistem koordinat dan posisi matahari
  • Pemahaman terhadap dasar-dasar teknologi web,HTML dan CSS
  • Pemahaman terhadap dasar-dasar basis data/database, terutama query SQL pada MySQL/mariaDB
  • Pemahaman terhadap dasar-dasar pemrograman PHP, terutama fungsi-fungsi koneksi database dan pengelolaan tipe data array

Penentuan 5 Waktu Shalat

Yang dimaksud dengan waktu shalat dalam pengertian hisab adalah awal masuknya waktu shalat. Waktu shalat ditentukan berdasarkan posisi matahari diukur dari suatu tempat di muka bumi. Menghitung waktu shalat pada hakekatnya adalah menghitung posisi matahari sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

Kaum muslimin sepakat bahwa shalat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya, dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا 

"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman". (QS. An Nisa' (4) : 103)

Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa perintah mendirikan shalat adalah suatu kewajiban yang amat dipentingkan dengan memperhatikan dan berusaha maksimal mengetahui waktu-waktu shalat yang ditetapkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa diantara implikasi perhatian pada perintah mendirikan shalat adalah memperhatikan dengan baik seluruh syarat-syarat sah shalat hal mana diantaranya adalah "waktu shalat". Atau dengan kata lain, bahwa isntimbath hukum pada ayat tersebut adalah umat Islam wajib mengetahui waktu-waktu shalat wajib dengan mempelajarinya sebagimana wajibnya mengetahui syarat-syarat sah shalat yang lain seperti bersuci (thaharah), menutup aurat dan menghadap arah kiblat.

Selanjutnya al-Qur'an pada beberapa ayatnya, telah memberikan isyarat tentang waktu shalat. Pada surah Huud ayat 114 ditegaskan ;

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

"Dan didirikanlah shalat pada dua pengunjung siang (pagi dan petang) dan pada sebagian dari waktu malam. Sesungguhnya kebaikan itu menghapus kejahatan (dosa). Demikian merupakan peringatan bagi orang-orang yang mau ingat". (QS. Huud (11) : 114)

Pada ayat ini ulama memahami bahwa yang dimaksud shalat pada dua pengunjung siang adalah shalat Subuh dan Ashar, sedang maksud sebagian dari waktu malam adalah dua shalat yang berdekatan yakni ; Maghrib dan Isya[1]. Sementara pada surah al-Israa' ayat 78, dikemukakan perintah mendirikan shalat pada waktu matahari tergelincir sampai mulai gelap malam, begitu pula shalat fajar, karena sesungguhnya shalat fajar itu ada yang menyaksikannya

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh [2]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).(QS. Al-Israa' (17): 78).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa diperintahkan mendirikan shalat pada awal waktunya yakni shalat duhur, Ashar, Magrib dan Isya. Senada dengan ayat-ayat di atas, pada surah Thahaa ayat 130 juga dikemukakan

فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖ وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَىٰ

"Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang" (Q.S. Thahaa (20):130)

Pada ayat terakhir ini, menunjukkan bahwa bahwa "tasbih" dimaksud sebelum matahari terbit adalah shalat Subuh, sedang sebelum matahari terbenam ialah shalat Ashar. Selanjutnya, petunjuk hadis-hadis Rasulullah Saw tentang waktu shalat. Secara umum, ada dua hadis yang memberikan penjelasan tentang waktu shalat pada lima shalat wajib. Hadis dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Pertama, dari Abdullah bin 'Amru

    و حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ
    

    Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Ibrahim Ad Duraqi telah menceritakan kepada kami Abdushshamad telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu Ayyub dari Abdullah bin 'Amru bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong dan bayangan sesorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat ashar selama matahari belum menguning, dan waktu shalat maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, dan waktu shalat isya` hingga tengah malam, dan waktu shalat shubuh semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit, jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab ia terbit diantara dua tanduk setan." (HR. Muslim, Kitab 6 Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab 322 Waktu-waktu shalat lima waktu, Hadits No 966)

  2. Kedua, dari Jabir bin Abdullah r.a.
    yang artinya ; Nabi Saw didatangi oleh Jibril as. Yang mengatakan kepadanya : "Bangunlah dan shalatlah !, maka Nabi pun shalat Zhuhur sewaktu tergelincir matahari. Kemudian ia datang pula di waktu Ashar, katanya ; "Bangun dan shalatlah ! Nabi mengerjakan pula shalat Ashar, yakni ketika baying-bayang sesuatu, telah sama panjang dengan bendanya. Lalu ia datang di waktu Magrib, katanya : "Bangun dan shalatlah ! , Nabi pun melakukan shalat Magrib sewaktu matahari telah terbenam atau jatuh. Setelah itu ia datang pula di waktu Iysa' dan menyuruh ; "Bangun dan shalatlah !, Nabi segera shalat Iysa' ketika syafak atau awan merah telah hilang. Akhirnya ia datang di waktu fajar ketika fajar telah bercahaya – atau katanya fajar telah terbit. Kemudian keesokan harinya malaikat itu datang lagi di waktu Zhuhur, katanya "Bangunlah dan shalatlah !, maka nabi pun shalat, yakni ketika bayang-bayang segala sesuatu sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu Ashar ia datang pula, katanya "Bangunlah dan shalatlah, pada waktu baying-bayang dua kali sepanjang badan. Lalu ia datang lagi di waktu Magrib pada saat seperti kemarin tanpa perubahan, setelah itu ia datang lagi pada waktu Isya' ketika berlalu seperdua malam atau katanya sepertiga malam, lalu Nabi pun melakukan shalat Isya'. Kemudian ia datang pula ketika malam telah mulai terang , katanya ; "Bangun dan shalatlah ! Nabi pun mengerjakan shalat Fajar. "Nah, katanya lagi "di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu shalat".(HR. Ahmad, Nasa'i dan at-Turmudzi)[3]

Dari petunjuk beberapa dalil tersebut di atas dapat dipahami bahwa waktu-waktu shalat yang disyari'atkan adalah :

Di dalam hadits disebutkan bahwa waktu shubuh adalah sejak terbit fajar shidiq (sebenarnya) sampai terbitnya matahari. Di dalam Al-Quran secara tak langsung disebutkan sejak meredupnya bintang-bintang (Q.S. 50:40). Maka secara astronomi fajar shidiq difahami sebagai awal astronomical twilight (fajar astronomi), mulai munculnya cahaya di ufuk timur menjelang terbit matahari pada saat matahari berada pada kira-kira 18 ° di bawah horizon (jarak zenith z = 108 °). Saaduddin Djambek mengambil pendapat bahwa fajar shidiq bila z = 110 °, yang juga digunakan oleh Badan Hisab dan Ru'yat Departemen Agama RI. Fajar shidiq itu disebabkan oleh hamburan cahaya matahari di atmosfer atas. Ini berbeda dengan apa yang disebut fajar kidzib (semu) -- dalam istilah astronomi disebut cahaya zodiak -- yang disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet.

Secara bahasa Zhuhur berarti waktu Zawal yaitu waktu tergelincirnya matahari (waktu matahari bergeser dari tengah-tengah langit) menuju arah tenggelamnya (barat). Shalat zhuhur adalah shalat yang dikerjakan ketika waktu zhuhur telah masuk. Shalat zhuhur disebut juga shalat Al Uulaa (الأُوْلَى) karena shalat yang pertama kali dikerjakan Nabi shollallahu 'alaihi was sallam bersama Jibril 'Alaihis salam. Disebut juga shalat Al Hijriyah[4] (الحِجْرِيَةُ) .

Waktu zhuhur adalah sejak matahari meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 - 4 menit setelah tengah hari. Untuk keperluan praktis, waktu tengah hari cukup diambil waktu tengah antara matahari terbit dan terbenam.

Awal Waktu Zhuhur

Awal waktu zhuhur adalah ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju arah tenggelamnya (barat). Hal ini merupakan kesepakatan seluruh kaum muslimin, dalilnya adalah hadits Nabi Shollallahu 'alaihi was sallam dari sahabat 'Abdullah bin 'Amr rodhiyallahu 'anhu

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ

Waktu Shalat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu 'Ashar ...

Akhir Waktu Zhuhur

Para ulama bersilisih pendapat mengenai akhir waktu zhuhur namun pendapat yang lebih tepat dan ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama adalah hingga panjang bayang-bayang seseorang semisal dengan tingginya (masuknya waktu 'Ashar). Dalil pendapat ini adalah hadits Nabi Shollallahu 'alaihi was sallam dari sahabat 'Abdullah bin 'Amr rodhiyallahu 'anhu di atas.

Catatan :
Waktu shalat zhuhur dapat diketahui dengan menghitung waktu yaitu dengan menghitung waktu antara terbitnya matahari hingga tenggelamnya maka waktu zhuhur dapat diketahui dengan membagi duanya.

'Ashar secara bahasa diartikan sebagai waktu sore hingga matahari memerah yaitu akhir dari dalam sehari.

Shalat 'ashar adalah shalat ketika telah masuk waktu 'ashar, shalat 'ashar ini juga disebut shalat wushthaa (الوُسْطَى).

Dalam penentuan waktu asar, tidak ada kesepakatan karena fenomena yang dijadikan dasar pun tidak jelas. Dasar yang disebutkan di dalam hadits, Nabi SAW diajak shalat asar oleh malaikat Jibril ketika panjang bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya dan pada keesokan harinya Nabi diajak pada saat panjang bayangan dua kali tinggi benda sebenarnya. Walaupun dari dalil itu dapat disimpulkan bahwa awal waktu asar adalah sejak bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya, ini menimbulkan beberapa penafsiran karena fenomena seperti itu tidak bisa digeneralilasi sebab pada musim dingin hal itu bisa dicapai pada waktu zhuhur, bahkan mungkin tidak pernah terjadi karena bayangan selalu lebih panjang daripada tongkatnya.

Ada yang berpendapat tanda masuk waktu ashar bila bayang-bayang tongkat panjangnya sama dengan panjang bayangan waktu tengah hari ditambah satu kali panjang tongkat sebenarnya dan pendapat lain menyatakan harus ditambah dua kali panjang tongkat sebenarnya. Pendapat yang memperhitungkan panjang bayangan pada waktu dzhuhur atau mengambil dasar tambahannya dua kali panjang tongkat (di beberapa negara Eropa) dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin.

Badan Hisab dan Ru'yat Departemen Agama RI menggunakan rumusan:

 
  panjang bayangan waktu asar = bayangan waktu dzhuhur + tinggi bendanya; 
  tan(za) = tan(zd) + 1. 

Ada pendapat bahwa makna hadits itu dapat difahami sebagai waktu pertengahan antara zhuhur dan maghrib, tanpa perlu memperhitungkan jarak zenith matahari. Hal ini diperkuat dengan ungkapan wusthaa -- 'shalat pertengahan' dalam Q.S. Al Baqarah(2):238 yang ditafsirkan oleh banyak mufassir sebagai shalat 'ashar.

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[5]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (Al Baqarah(2):238)

Kalau pendapat ini yang digunakan, waktu shalat ashar akan lebih cepat sekitar 10 menit dari jadwal shalat yang dibuat Departemen Agama.

Awal Waktu 'Ashar

Jika panjang bayangan sesuatu telah semisal dengan tingginya (menurut pendapat jumhur ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi shollallahu 'alaihi was sallam,

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ

"Waktu Shalat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu 'ashar dan waktu 'ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning..

Akhir Waktu 'Ashar

Hadits-hadits tentang masalah akhir waktu 'ashar seolah-olah terlihat saling bertentangan.

  1. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdillah rodhiyallahu 'anhu ketika Jibril 'alihissalam menjadi imam bagi Nabi shollallahu 'alaihi was sallam,

    جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الْعَصْرَ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ...مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ كُلُّهُ
    

    Jibril mendatangi Nabi shollallahu 'alaihi was sallam ketika matahari telah tergelincir ke arah tenggelamnya kemudian dia mengatakan, "Berdirilah wahai Muhammad kemudian shalat zhuhurlah". Kemudian ia diam hingga saat panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Jibril datang kemudian mengatakan, "Wahai Muhammad berdirilah shalat 'ashar lah". Kemudian ia diam hingga matahari tenggelam ....diantara dua waktu ini adalah dua waktu shalat seluruhnya[6].

  2. Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin 'Amr rodhiyallahu 'anhu,

    وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ
    

    Dan waktu 'ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning...[7]

  3. Hadits Nabi Shollallahu 'alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu 'anhu,

    مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
    

    Barangsiapa yang mendapati satu raka'at shalat 'ashar sebelum matahari tenggelam maka ia telah mendapatkan shalat 'ashar[8]

    .

Kompromi dalam memahami ketiga hadits yang seolah-olah saling bertentangan ini adalah :

Hadits tentang shalat Nabi shollallahu 'alaihi was sallam dan Jibril 'Alaihissalam dipahami sebagai penjelasan tentang akhir waktu terbaik dalam melaksanakan shalat 'ashar. Adapun hadits 'Abdullah bin 'Amr dipahami sebagai penjelasan atas waktu pelaksanaan shalat 'ashar yang masih boleh. Sedangkan waktu hadits Abu Huroiroh sebagai penjelasan tentang waktu pelaksanaan shalat 'ashar jika terdesak artinya makruh mengerjakan shalat 'ashar pada waktu ini kecuali bagi orang yang memiliki udzur maka mengerjakan shalat 'ashar pada waktu itu hukumnya tidak makruh. Wallahu a'lam.

Secara bahasa maghrib berarti waktu dan arah tempat tenggelamnya matahari. Shalat maghrib adalah shalat yang dilaksanakan pada waktu tenggelamnya matahari.

Matahari terbit atau berbenam didefinisikan secara astronomi bila jarak zenith z = 90 ° 50' (90,83333333333.. °) (the Astronomical almanac) atau z = 91 ° bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. Untuk penentuan waktu shalat maghrib, saat matahari terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan melakukan shalat tepat saat matahari terbit, terbenam, atau kulminasi atas.

Awal Waktu Maghrib

Kaum Muslimin sepakat awal waktu shalat maghrib adalah ketika matahari telah tenggelam hingga matahari benar-benar tenggelam sempurna.

Akhir Waktu Maghrib

Para ulama berselisih pendapat mengenai akhir waktu maghrib.

  1. Pendapat pertama mengatakan bahwa waktu maghrib hanya merupakan satu waktu saja yaitu sekadar waktu yang diperlukan orang yang akan shalat untuk bersuci, menutup aurot, melakukan adzan, iqomah dan melaksanakan shalat maghrib. Pendapat ini adalah pendapat Malikiyah, Al Auza'i dan Imam Syafi'i. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ketika Jibril mengajarkan Nabi shallallahu 'alaihi was sallam shalat,

    ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَقْتًا وَاحِدًا لَمْ يَزُلْ عَنْهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ…
    

    Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi was sallam ketika matahari telah tenggelam (sama dengan waktu ketika Jibril mengajarkan shalat kepada Nabi pada hari sebelumnya) kemudian dia mengatakan, "Wahai Muhammad berdirilah laksanakanlah shalat maghrib...[11].

  2. Pendapat kedua mengatakan bahwa akhir waktu maghrib adalah ketika telah hilang sinar merah ketika matahari tenggelam. Pendapat ini adalah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Mahzab Hanafi serta sebahagian mazhab Syafi'i dan inilah pendapat yang dinilai tepat oleh An Nawawi rohimahumullah. Dalilnya adalah hadits 'Abdullah bin 'Amr rodhiyallahu 'anhu,

    ….وَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ…..
    

    Waktu shalat maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari tenggelam[12].

    Pendapat inilah yang lebih tepat, wallahu a'lam.

Isya' adalah sebuah nama untuk saat awal langit mulai gelap (setelah maghrib) hingga sepertiga malam yang awal. Shalat isya' disebut demikian karena dikerjakan pada waktu tersebut.

Waktu isya' ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah di ufuk barat, yaitu tanda masuknya gelap malam (Q.S. Al Israa' (17):78). Dalam astronomi itu dikenal sebagai akhir senja astronomi (astronomical twilight) bila jarak zenith matahari z = 108 °

Awal Waktu Isya'

Para ulama sepakat bahwa awal waktu shalat Isya' adalah jika telah hilang sinar merah di langit.

Akhir Waktu Isya'

Para ulama' berselisih pendapat mengenai akhir waktu shalat Isya'.

  1. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhir waktu shalat Isya' adalah sepertiga malam. Ini adalah pendapatnya Imam Syafi'i dalam al Qoul Jadid, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki. Dalilnya adalah hadits ketika Jibril mengimami shalat Nabi shallallahu 'alaihi was sallam,

    ….ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ…..
    

    "...Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi was sallam untuk melaksanakan shalat Isya' ketika sepertiga malam yang pertama..."[14]

    .
  2. Pendapat kedua mengatakan bahwa akhir waktu shalat Isya' adalah setengah malam. Inilah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Mazhab Hanafi dan Ibnu Hazm rohimahumullah. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin 'Amr rodhiyallahu 'anhu,

    …وَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ….
    

    "Waktu shalat Isya' adalah hingga setengah malam"[15].

  3. Pendapat ketiga mengatakan bahwa akhir waktu shalat Isya' adalah ketika terbit fajar shodiq. Inilah pendapatnya 'Atho', 'Ikrimah, Dawud Adz Dzohiri, salah satu riwayat dari Ibnu Abbas, Abu Huroiroh dan Ibnul Mundzir Rohimahumullah. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Qotadah rodhiyallahu 'anhu,

    …إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِىءَ وَقْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى….
    

    "Hanyalah orang-orang yang terlalu menganggap remeh agama adalah orang yang tidak mengerjakan shalat hingga tiba waktu shalat lain"[16].

Pendapat yang tepat menurut Syaukani dalam masalah ini adalah akhir waktu shalat Isya' yang terbaik adalah hingga setengah malam berdasarkan hadits 'Abdullah bin 'Amr sedangkan batas waktu bolehnya mengerjakan shalat Isya' adalah hingga terbit fajar berdasarkan hadits Abu Qotadah. Sedangkan pendapat yang dinilai lebih kuat menurut Penulis Shahih Fiqh Sunnah adalah setengah malam jika hadits Anas adalah hadits yang tidak shohih.


Footnote
[1] Lihat Sayyib Sabiq, Fikih Sunnah I, h. 208
[2] Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. Tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.
[3] Lihat Hasbi Ash-Shiddiqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Cet. III (Bandung : PT. al-Ma'arif, 1979), h. 44-45
[4] Berdasarkan hadits riwayat Al Bukhori No. 541.
[5] "Shalat wusthaa" ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan "shalat wusthaa" ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Algoritma Dasar

This document using Dynamic Content Technology for enrichment sample case and reading experience

Bagian ini sebenarnya tidak termasuk dalam proses pembuatan aplikasi Metode Profile Matching dengan PHP, namun untuk keperluan menjelaskan proses perhitungannya dengan memakai database server MySQL/MariaDB dan bahasa pemrograman PHP dalam artikel ini maka perlu disiapkan satu buah database. Sebagai contoh disini digunakan database bernama db_islam yang dibuat dengan sintak SQL sebagai berikut:

CREATE DATABASE IF NOT EXISTS db_islam;
USE db_islam;

Awalnya membuat dulu database dengan nama db_islam jika belum ada database dengan nama tersebut, kemudian gunakan database tersebut dengan memakai sintak USE db_dss;

Dalam hal ini, pembuatan database memakai command console dari database server yang bersangkutan


Beberapa simpulan yang bisa diperoleh adalah

  • Bronstein and Semendjajew Taschenbuch der Mathematik, pp.208.
  • Hempe, K. Dr.Sterne im Computer
  • Ilyas,M. (1988) Astronomy of Islamic Times. ISBN 0-7201-1983-9
  • Leipzip,P.A. (1965) Astronomish-Chronologische Tafeln
  • Meeus ,Jean (1992) Astronomical Formulae for Calculators, Second Edition. Willmann-Bell, Inc. ISBN 0-943396-01-8.
  • Meeus ,Jean (1998) Astronomical Algorithms. Richmond: Willmann-Bell, ISBN 0-943396-63-8.
  • Meeus ,Jean (1998) Astronomical Formulæ for Calculators, Fourth Edition Richmond: Willmann-Bell, 1988. ISBN 0-943396-22-0.
  • Meißner R., (1969) Die Welt des Mondes, Frankfurt
  • Montenbruck, O., Pfleger,T. (1994), Astronomy on the Personal ComputerSpringer Verlag ISBN 3-540-57700-9.
  • Moore,P. (1982) Der Mond Freiburg
  • Patrick Duffett-Smith, Practical Astronomy With Your Calculator. Third Edition, Cambridge University Press, ISBN 0-521-35699-7.
  • Seidelmann, P.K. The Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac. , Ed. ISBN 0-935702-68-7.
  • _ ,(1949)Annvaire du Bureau des Longitudes pour 1950. Paris pp.145
  • _ (1978) Prayer Schedules for North America, American Trust Publications, Indianapolis, Indiana, 1978, Appendices A and B.
  • _ (1990) Almanac for Computers,published by Nautical Almanac Office United States Naval Observatory, Washington, DC 20392